Senin, 28 April 2014

Kesehatan Mental - Stress dan Coping Stress

1.     Arti penting stress
Ketika tubuh terpapar bahaya ancaman, hasilnya adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang secara umum disebut respons stress – atau stres saja. Semua stressor (pengalaman yang menginduksi respons stres), yang bersifat psikologis (misalnya, kecemasan karena kehilangan pekerjaan) atau fisik (misalnya, paparan dingin dalam waktu lama), menghasilkan pola inti perubahan fisiologis yang serupa ; tetapi, stres psikologis kronis (misalnya dalam bentuk ketakutan kronis) adalah yang paling sering terimplikasi dalam kesehatan (lihat Kiecolt-Glaser et al., 2002; Krantz & McCeney, 2002; Natelson, 2004).
Hans Selye adalah yang pertama kali mendeskripsikan respons stres pada 1950-an, dan ia dengan cepat menengarai sifat gandanya. Dalam jangka pendek, stres menghasilkan perubahan adaptif yang membantu binatang untuk merespons stresornya (misalnya, mobilisasi sumber energi); tetapi, dalam jangka panjang ia menghasilkan perubahan-perubahan yang maladaptif (misalnya kelenjar adrenal yang membesar) – lihat de Kloet, Joels, dan Holsboer (2005)
Selye mengatribusikan respons stres pada aktivasi sistem korteks-adrenal pituitaria-anterior. Ia menyimpulkan bahwa stressor yang mempengaruhi sirkuit-sirkuit neural menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dari pituitar anterior, sehingga ACTH pada gilirannya akan memicu pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal, sehingga glukokortikoid menghasilkan banyak di antara efek-efek respons stres. (lihat Erickson, Drevets, & Schulkin, 2003; Schulkin, Morgan, & Rosen, 2005). Kadar glukokortikoid yang bersilkulasi adalah ukuran fisiologis stres yang paling lazim di terapkan.


Efek-efek stress menurut Hans Selye
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).

Ø  Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Ø  Karakteristik dari LAS :
-          Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system
-          Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya
-          Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus
-          Respon bersifat restorative.

Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :
1.      Respon inflamasi
respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat.
2.      Respon refleks nyeri
respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuanmelindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.

Ø  General Adaptation Syndrom (GAS)
GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem Neuroendokrin.
Ø  Fase Alarm (Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
Ø  Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun àatau normal, tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
Ø  Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersbut.

Faktor-faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab stres
Stress merupakan salah satu gejala yang memiliki faktor-faktor penyebab,dan akan diuraikan secara singkat faktor individual & sosial yang menjadi penyebab stress dibawah ini.
a.       Faktor sosial
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres.Dukungan sosial mencakup : Dukungan emosional, seperti rasa dikasihi; dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa; dan dukungan informasi, misalnya nasehat dan keterangan mengenai masalah tertentu.
b.      Faktor Individual
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).

Tipe-tipe stress menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis yaitu:
1.      Frustasi
Muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu tujuan.Frustasi adaa yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan,bencana alam,kematian,pengangguran,perselingkuhan,dll)
2.      Konflik
Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan,kebutuhan atau tujuan.Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian yaitu approach-approach conflict,approach-avoidant conflict,avoidant-avoidant conflict.
3.      Tekanan
Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam diri individu.Tekanan juga dapat berasal dari luar diri individu.
4.      Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi individu merasakan kekhawatiran,kegelisahan,ketegangan,dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.

2.     Jenis-jenis coping stress
Strategi Coping berasal dari kata “Cope“ yang berarti lawan, mengatasi menurut Sarafino (dalam Smet 1994).Strategi coping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola stres yang ada dengan cara tertentu. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994), Strategi coping adalah suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressfull.
Folkman (dalam Yenjeli, 2007) mengartikan strategi coping sebagai perubahan pemikiran dan perilaku yang digunakan oleh seseorang yang dalam menghadapi tekanan dari luar maupun dalam yang disebabkan oleh transaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai sebagai stressor. coping ini nantinya akan terdiri dari upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi keberadaan stressor.
Pengertian strategi coping lebih dahulu merujuk pada kesimpulan total dari metode personal, dapat digunakan untuk menguasai situasi yang penuh dengan stres. Strategi Coping termasuk dalam rangkaian dari kemampuan 9 untuk bertindak pada lingkungan dan mengelola ganguan emosional kognitif, serta reaksi psikis.
Menurut Lazarus pemilihan cara mengatasi masalah ini disebut dengan istilah proses strategi coping, coping dipandang sebagai faktor yang menentukan kemampuan manusia untuk melakukan penyesuaian terhadap situasi yang menekan (stressful life events). Pada dasarnya coping menggambarkan proses aktivitas kognitif, yang disertai dengan aktivitas perilaku (Folkman, 1984).
Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi coping adalah segala usaha individu untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang 10 lingkup kehidupan sehari-hari Lazarus & Folkman ( dalam Yenjeli, 2001). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi coping ialah strategi atau pilihan cara berupa respon perilaku dan respon pikiran serta sikap yang digunakan dalam rangka memecahkan permasalahan yang ada agar dapat beradaptasi dalam situasi menekan.

3.     Teori kepribadian sehat menurut Allport dan Carl Rogers
A.    Gordon Allport
Allport telah menawarkan 49 definisi mengenai kepribadian, pada tahun 1937, kemudia ia menawarkan defininya yang ke-50, “organisasi dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan caranya yang khas untuk menyesuaikan diri dengan lingkunyannya” (Allport, 1937, hlm. 48). Organisasi dinamis disini mengimplikasikan integrasi atau saling keterkaitan dari beragam aspek kepribadian. Allport memberikan gagasan bahwa manusia adalah produk dan proses, manusia mempunyai struktur terorganisasi, sementara pada saat yang bersamaan, mereka memproses kemampuan untuk berubah (Feist & Feist 2013).
Ø  Struktur Kepribadian menurut Allport
1.      Disposisi Personal
Allport (1961) mendefiniskan disposisi personal sebagai “struktur neuropsikis umum yang mempunyai kapasitas untuk memberikan respons terhadap banyak stimulus yang berfungsi ekuivalen, serta untuk memulai dan mengarahkan bentuk perilaku adaptif dan ekspresif yang konsisten”.
Tingkatan disposisi personal :
-         Disposisi Pokok : karakteristik yang sangat kuat etau emosi kuat yang bersifat mengatur dan sangat menonjol, sehingga mendominasi hidup orang-orang tersebut.
-         Disposisi Sentral : perilaku akibat dari penyesuaian dirinya terhadap lingkungan yang didalamnya terdapat orang lain.
-         Disposisi Sekunder : merupakan sikap yang cenderung kurang mendapatkan perhatian.
2.      Disposisi Motivasi dan Ekspresif
Beberapa disposisi akan lebih terasa daripada yang lainnya, dan Allport menyebut disposisi yang dialami dengan sangat kuat sebagai disposisi motivasi. Disposisi yang terasa sangat kuat ini mendapatkan motivasinya dari kebutuhan dan dorongan dasar. Allport (1961) merujuk pada disposisi personal yang dialami tidak terlalu kuat sebagai diposisi ekspresif walaupun disposisi tersebut juga mempunyai kekuatan motivasi.
3.      Proprium
Allport menggunakan istilah propriumuntuk merujuk pada perilaku dan karakteristik yang dianggap manusia sebagai sesuatu yang penting, sentral, dan hangat dalam kehidupan mereka.
Ø  Karakteristik pribadi yang sehat
Allport (1961) mengidentifikasi enam kriteria kepribadian yang matang, diantaranya :
1.      Perluasan perasaan diri. Pribadi ini akan terus mencari untuk dapat mengidentifikasi diri dan berpartisipasi dalam kejadian yang terjadi di luar diri mereka. Jadi mereka tidak hanya berpusat pada diri mereka sendiri (self-centered).
2.      Hubungan yang hangat dengan orang lain (Allport, 1961, hlm. 285). Mereka mempunyai kapasitas untuk mencitai orang lain dalam cara-cara yang intim dan simpatik dengan orang lain.
3.      Keamanan emosional atau penerimaan diri. Mereka akan menerima diri mereka apa adanya, dan memiliki apa yang disebut Allport (1961) sebagai keseimbangan emosional.
4.      Persepsi yang realistis. Mengenai lingkungan di sekitarnya. Mereka lebih berfokus pada masalah dibanding pada masalah pribadi, dan lebih berinteraksi dengan duania seperti yang dilihat oleh kebanyakan orang.
5.      Insight dan humor. Selera humor yang tidak kasar; yang memberikan kapasitas mereka untuk menertawakan diri mereka sendiri daripada bergantung pada tema-tema seksual atau kekerasan untuk membuat orang lain tertawa.
6.      Filosofi kehidupan yang integral. Yakni manusia yang sehat yang mempunyai tujuan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka.

B.     Carl Rogers
Carl Ransom Rogers (1961), seorang tokoh utama dalam penciptaan psikologi humanistik, membangun teori dan praktek terapinya di atas konsep tentang “pribadi yang berfungsi penuh”yang sangat mirip dengan “orang yang mengaktualkan diri” yang dikemukakan oleh Maslow.
Rogers mempercayai dapat dipercayanya sifat manusia dan memandang gerak ke arah berfungsi penuh sebagai suatu kebutuhan dasar. Menurut Rogers, apabila manusia berfungsi secara bebas,maka dia akan bersifat konstruktif dan dapat dipercaya.Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yangdisebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan pengalaman klien yang subjektif dan fenomenalnya.Carl R. Rogers (1902-1987) menjadi terkenal berkat metoda terapi yang dikembangkannya, yaituterapi yang berpusat pada klien (client-centered therapy). Tekniknya tersebar luas di kalangan pendidikan, bimbingan, dan pekerja sosial. Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwamanusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif, heterostatis, dan sukar  dipahami (Alwisol, 2005 : 333). Pendekatan Fenomenologi dari Carl Rogers konsistenmenekankan pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat dipahami dari bagaimana diamemandang realita hidup secara subyektif (subyektif experience of reality).Pendekatan ini juga berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menentukannasibnya sendiri, hakekat yang terdalam dari manusia adalah sifatnya yang bertujuan, dapatdipercaya, dan mengejar kesempurnaan diri (purposive, trusthworthy, self-perfecting). CarlRogers orang yang pertama melibatkan penelitian kepada sesi terapi (memakai tape recorder).Dengan cara itu orang mulai belajar mengenai hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya.
Teori Rogers didasarkan pada suatu “daya hidup” yang disebut ke cenderungan aktualisasi.Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap dirimakhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi,makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yangterbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan ataudorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air,dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya. Pandangan client centered  tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negative dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusiamenurut kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendirimaupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi. Rogers menunjukankepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia terisolasi dan bergerak kemuka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yangterdalam.Pandangan tentang manusia yang mositif ini memiliki implikasi-implikasi bahwa individumemiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment  menuju keadaan psikologisyang sehat. Model client centered  yang dikemukakan oleh Rogers ini menolak konsep yangmemandang konselor sebagao otoritas yang mengetahui apa yang terbaik bagi klien dan yangmemandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah konselor tetapi berakar  pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusannya sendiri.
Struktur KepribadianSejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tigakonstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan Self.
1.      Organisme.
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
-          Mahkluk hidup. Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnyadan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat,yakni persepsi seseorang tentang kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal.
-         Realitas Subyektif. Organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya.Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
-         Holisme. Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitutujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2.      Medan Fenomena.
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3.      Self (Diri).
Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinyaadalah:
-          Terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu.
-          Bersifat integral dan konsisten.
-          Menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman.
-          Dapat berubah karena kematangan dan belajar. Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata- mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembanganorang lain
Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknyamerupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawabdi dalamnya. Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realististerhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskansubjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebihmelihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.


Referensi:
Soetjipto, Helly Prajitno dan Sri Mulyani Soetjipto. Biopsikologi (terj). 2012. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar