Sabtu, 21 September 2013
Cinta Butuh Toleransi
Tepatnya hari sabtu, tanggal 21 September 2013. Seharusnya pagi ini saya masih terlelap karena sudah menjadi kebiasaan saya untuk memaksimalkan tidur di akhir pekan tapi tidak berlebihan, biasanya saya bangun jam 8 atau 9 pagi, tapi kali ini saya bangun jam 7 pagi. Saya terbangun karena suara gaduh dari teras rumah saya. Karena saya penasaran, saya membuka pintu sambil mengusap mata saya dan ibu saya berkata “Sudah gak usah di lihat, biasa itu”. Saya pun masuk kembali ke kamar, saya hanya duduk di kasur sambil mendengarkan percakapan bapak dengan salah satu tetangga saya.
Tetangga saya pagi-pagi sudah bertamu ke rumah dan melakukan pelaporan mengenai ganti rugi pemcahan kaca di rumah salah seorang tetangga saya yang lain. Bapak diminta menjadi saksi saat perbaikan kaca yang dipecahkan oleh menantunya itu. Sebenarnya kejadian ini sudah terjadi sekitar 10 bulan yang lalu. Masalah ini berawal dari kisah cinta yang berakhir, tapi karena hubungan diantara mereka terlalu bebas sehingga membuat salah satu pihak merasa sakit hati karena di putuskan begitu saja. Sampai pada akhirnya pihak keluarga perempuan mencari anaknya yang berada di rumah teman laki-laki atau pacarnya itu. Saat menjemput sang anak ke rumah pacaranya, mereka terpaksa merusak kaca dan pintu untuk mengeluarkan anaknya dari dalam rumah, karena pintunya terkunci. Saat di temukan mulut sang anak telah berbusa, ia nekat menenggak racun serangga karena rasa sakit hatinya.
Dari kejadian itu sang pacar pun dituntut atas tindakan pelarian anak yang pada akhirnya membawa ia masuk dalam penjara. Sepuluh bulan berlalu tetapi kaca yang di rusak oleh keluarga mantan pacarnya itu belum di perbaiki, sehingga keluarga pihak laki-laki pun mengajukan tuntutan balik atas tindakan pengerusakan. Dan kasus ini akan di persidangkan. Pihak kepolisian yang mendapatkan laporan menyarankan agar keduanya bisa duduk bersama dan membicarakan baik-baik permasalahan ini serta bisa mendapatkan jalan keluar yang bisa diterima oleh kedua pihak.
Menurut saya apa yang di sarankan oleh pihak kepolisian itu benar, meskipun kita ini negara hukum dan semua hak penduduknya dilindungi oleh hukum, tetapi hukum kita tidak hanya mengurusi persoalan kaca nako yang pecah. Semua masalah bisa selesai ketika diantara kita sesama manusia punya rasa toleransi. Kita seharusnya saling menghargai setiap hak dan kewajiban masing-masing orang. Sehingga tidak terjadi kesalah pahaman yang berlarut-larut hingga menyebabkan dendam ataupun sampai di persidangan. Dan untuk para wanita, kita harus lebih sadar akan hakikat kita sebagai seorang wanita, kita wajib menjaga kehormatan kita, kita hidup di negara timur, negara yang penuh dengan sopan santun dan tata karma. Kita bukan negara liberal yang bebas melakukan apapun, makan di Indonesia seks bebas tidak di legalkan.
Semua kejadian ini kembali pada diri kita masing-masing. Bagaimana kita sebagai remaja yang menuju dewasa bisa menjaga rasa ingin tahu kita, menjaga kehormatan, norma dan budaya. Orangtua punya kewenangan yang tidak kalah penting dalam hubungan anak-anaknya. Sebaiknya orangtua juga harus mengenal betul siapa teman anaknya sehingga orangtua bisa lebih mengontrol aktivitas anaknya dengan lingkungan sosialnya selain di rumah.
Ini hanya sebuah cerita yang saya alami secara nyata, dan semoga ini bisa jadi pembelajaran untuk kita semua. Bukan bermaksud untuk menyudutkan salah satu pihak. Terimakasih sudah membaca dan silahkan berikan komentar yang membangun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar