Jumat, 24 April 2015

Psikoterapi - Terapi Eksistensial Humanistik

Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Abraham Maslow Yang terkenal dengan teori aktualisasi diri di lahirkan di  New York pada tahun 1908. Ia meninggal di Calivornia pada tahun1907. Maslow seorang anak yang pandai mejalani hubungan yang baik dengan ibunya yang otoriter yang sering kali melakukan tindakan aneh. Ia menggambarkan dirinya pada masa kecil sebagai seorang yang pemalu,kutu buku dan neurotic. Tetapi  ,maslow tidak selamanya menjadi neurotic dan benci pada dirinya sendiri. Ia sepenuhnya menyadari potensinya ,dan menjadi psikilog humanisme terkenal yang mengispirasi banyak perubahan masyarakat kearah yang positif.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.

Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik – teknik  yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia.
            Banyak ahli psikologi amerik yang menunjukkan keprcayaan pada definisi-definisi operasional dan hipotesis yang bisa diuji serta memandang usaha memperoleh data empriris sebagai satu-satunya pendekatan yang sahih guna memperoleh informasi tentang tngkah laku manusia. Pendekatan eksis tansial-humanistik, di lain pihak, menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam.
            Tujuan dasar banyak pendekatan psikoterapi adalah membantu individu agar mampu bertinak, menerima kebebasan dan tanggungjawab untuk tindaknnya. Terapi eksistansial humanistik berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggungjawab itu saling berkaitan.
            Filsafat dasar dari terapi eksistansial humanistik adalah berfokus pada sifat dan kondisi manusia yang mencangkup untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menentukkan nasib sendiri, kebebasan dan tanggungjawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendirian dan berada dalam hubungan dengan orang lain, keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri.
            Tujuan dari terapi eksistansial humanistik adalah menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri. Membantu klien agar bebas dan bertanggungjawab atas arah kehidupannya sendiri.
            Hubungan terapis dalam terapi eksistansial humanistik adalah terapis memiliki tugas utama menangkap secara akurat ada-dalam-dunia klien serta menciptakan suatu pertemuan yang personal dan otentik dengan klien. Klien menemukan keunikan diri dalam hubungannya dengan terapis. Pertemuan antar manusia, keberadaan hubungan terapis-klien dan keotentikan pertemuan di sni-dan-sekarang ditekankan. Baik klien maupun terapis bisa berubah melalui pertemuan.
            Teknik terapi eksistansial humanistik hanya sedikit yang dikembangkan, sebab pandangan ini mendahulukan alih-alih teknik. Terapi eksistansial humanistik bisa meminjam teknik-teknik dari pendekatan lain. diagnosis, pengetesan, dan pengukuran-pengukuran eksternal tidak di pandang penting. Pendekatan ini bisa sangat konfrontatif.
            Model ini menyajikan suatu pendekatan bagi konseling dan terapi individual serta kelompok dan untuk menangani anak-anak dan para remaja, dan berguna untuk diintergrasikan ke dalam praktek-praktek di sekolah. Sumbangan utamanya adalah penekanannya pada kebutuhan akan pendekatan subjektif yang berlandaskan suatu pandangan yang lengkap mengenai apa artinya menjadi manusia. Terapi ini mengingatkan  suatu pernyataan folosofis mengenai apa artinya menjadi pribadi.

Sumber:
Corey, G. (1999). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar